Iklan

Admin
Kamis, 02 November 2023, 23.33 WIB
Last Updated 2024-04-03T03:50:07Z
News

Rokok Ilegal Bermunculan di Sumenep, Pernahkan Ditanya Apa Sebabnya?

Read More
Advertisement

Rokol Ilegal Bermunculan di Sumenep, Pernahkan Ditanya Apa Sebabnya?



Sumenep: Selasa kemarin, 31 Oktober 2023, yang merupakan puncak hari jadi Kabupaten Sumenep yang ke-754, Bupati dan jajarannya menggelar acara Sumenep Bermunajat di Stadion A. Yani, Desa Pabian, Kecamatan Kota.

Dalam acara besar tersebut, Bupati Sumenep, dengan semangatnya sebagai pejabat nomor satu di Kabupaten Sumenep, telah menyampaikan seruannya, agar masyarakat Kota Keris terus mendukung kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah larangan terhadap penggunaan dan peredaran rokok ilegal. Dia menyampaikan, bahwa keberadaan rokok tanpa pita cukai telah berdampak serius terhadap pendapatan negara karena tidak menyumbang pendapatan pajak. Oleh karena itu, perlu ada upaya bersama untuk memerangi peredaran rokok ilegal.

Tentu saja, seruan Bupati itu benar dari sisi regulasi. Pendapatan Negara memang satu-satunya instrumen untuk mensejahterakan masyarakat. Tetapi, apakah Bupati pernah bertanya dalam hati kecilnya, kenapa sekarang ini banyak bermunculan rokok ilegal? Tak akan ada asap kalau tak ada api. Hukum kausalitas seharusnya juga direnungkan oleh seorang Bupati, yang nota bene mantan seorang wartawan.

Mungkin kita perlu jalan-jalan ke masa yang sudah terlewati. Kita pasti semua tahu bahwa tanggal 1 Januari 2023, harga rokok naik karena cukai rokok naik. Sri Mulyani mengatakan: alasan menaikkan cukai rokok adalah untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. Lalu, apakah alasan ini sepenuhnya benar? Mari kita kaji secara singkat dan padat.

Kita mulai dari pertanyaan: apa itu cukai rokok? Cukai Rokok adalah cukai yang dikenakan atas barang kena cukai berupa hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya (UU No. 39 Tahun 2007). Lalu apa itu cukai? Cukai adalah pungutan pajak yang dikelola oleh negara dan dikenakan atas barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai. Perbedaan bea dan cukai adalah barang yang menjadi objek pungutan. Apakah dari pertanyaan itu sudah didapatkan gambaran? Baik, kita lanjutkan.

Jika melihat dua definisi tersebut, maka alasan pengendalian produksi dan konsumsi rokok gugur dengan sendirinya. Frasa "pengedalian rokok" sangatlah bertentangan dengan frasa "cukai rokok." Hendak mengendalikan produksi dan konsumsi rokok bukanlah dengan menaikkan cukai rokok di tengah sebagian besar penduduk yang perokok dan istiqomah. Apakah pemerintah berpikir, dengan menaikkan cukai rokok, sehingga membuat harga rokok menjadi mahal, adalah langkah tepat untuk mengendalikan konsumsi masayakat terhadap rokok? Kalau pertanyaan ini jatuh ke kepala para ahli hisab (perokok), atau mungkin bukan, pasti akan serempak menjawab: mustahil. Itu mah akal-akalan saja. Bahasa kerennya, itu hanya retorika bahasa.

Yang seharusnya Bapak Bupati Sumenep ketahui adalah: rokok sudah menjadi bagian dari gaya hidup, atau mungkin juga menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, mungkin, kedudukannya sudah sejajar dengan beras. Jika Bupati Sumenep menganggap rokok iligal itu sangat merugikan pendapatan negara, lalu kapan kira-kira Bupati Sumenep--yang nota bene diberi kepercayaan oleh mayarakat melalui suaranya waktu pemilu untuk menjadi Bupati--akan bilang bahwa kenaikan harga rokok telah merusak taraf hidup masyarakat.

Kesimpulannya, menetralisir peredaran rokok ilegal itu penting, tetapi Bupati Sumenep juga perlu meyediakan jalan keluar agar masyarakat tetap bisa merokok dengan rokok legal yang rasanya enak dan harganya murah. (sh)