Iklan

Admin
Kamis, 04 Juli 2024, 10.26 WIB
Last Updated 2024-07-04T03:26:11Z
Budaya

Pesona Tradisi 1 Suro di Surabaya: Menjaga Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi

Read More
Advertisement
Pesona Tradisi 1 Suro di Surabaya: Menjaga Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi



Blogsia.eu.org - Surabaya, sebuah kota yang telah menjadi pusat peradaban metropolis selama lebih dari seabad, terus mengalami gelombang modernisasi yang tak terbendung. Meskipun demikian, di tengah arus globalisasi yang deras, berbagai tradisi dan entitas budaya tradisional tetap bertahan di Kota Pahlawan ini. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan adalah peringatan 1 Suro, tahun baru dalam kalender Jawa.

Nur Setiawan, seorang pemerhati sejarah dari Surabaya Historical Community, menyatakan bahwa peringatan 1 Suro memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat di perkampungan Surabaya. "Peringatan 1 Suro adalah aspek penting bagi masyarakat di perkampungan Surabaya," ujarnya saat ditemui pada Rabu, 3 Juli 2024. Menurutnya, setiap kampung memiliki cara unik dalam merayakan pergantian tahun Jawa ini.

Wawan, begitu sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan cara dalam memperingati Suroan di setiap kampung, semangat gotong royong selalu menjadi tumpuan utama kegiatan sakral ini. "Masyarakat Surabaya mengaplikasikan peringatan 1 Suro atau lebih familiar disebut Suroan sesuai tata cara di kampungnya yang telah dilakukan secara turun-temurun, mungkin sejak kakek nenek mereka," tambahnya.

Gotong Royong sebagai Landasan Peringatan

Gotong royong menjadi esensi dalam setiap kegiatan peringatan 1 Suro. Masyarakat percaya bahwa dengan bekerja sama, kegiatan Suroan dapat berjalan lancar dan mampu menumbuhkan rasa solidaritas di antara warga kampung. "Sifat itu diperlukan agar kegiatan Suroan berjalan lancar dan menumbuhkan rasa solidaritas sesama warga kampung," jelas Wawan.

Sebagai momen sakral, peringatan 1 Suro dilakukan dengan menggelar hajatan bernuansa spiritual dan religius sebagai bentuk rasa syukur. "Karena 1 Suro dianggap hari suci, kebiasaan masyarakat Surabaya dalam memperingatinya dengan menggelar doa bersama sebagai wujud syukur kepada Tuhan sekaligus penghormatan kepada para leluhur dan alam," terang Wawan.

Doa Bersama dan Sajian Tumpeng

Doa bersama ini biasanya dilaksanakan di balai RT, perempatan jalan, atau di pepunden (pemakaman) kampung. Tradisi ini dikenal dengan istilah barikan, yang juga disertai dengan sajian tumpeng. "Biasanya doa bersama ini dilakukan di balai RT, perempatan jalan, atau di pepunden kampung dengan istilah barikan dan disertai sajian tumpeng," kata Wawan.

Selain doa bersama, masyarakat juga menggelar kerja bakti untuk membersihkan makam dan rumah ibadah. Di beberapa tempat, digelar pula kirab keliling kampung sebagai bagian dari perayaan. "Kaum pria akan melakukan kerja bakti merawat punden atau makam sesepuh pendiri kampung yang ada di lingkungannya, termasuk membersihkan tempat ibadah," terang Wawan.

Kirab dan Bubur Suro

Tidak hanya kerja bakti, para pemuda yang aktif di kegiatan langgar (musala) juga melaksanakan kirab keliling kampung. Mereka berjalan beriringan melantunkan doa demi keselamatan tempat tinggal mereka. "Para pemuda yang aktif di kegiatan langgar (musala) tak ketinggalan melaksanakan kirab keliling kampung. Mereka berjalan beriringan melantunkan doa demi keselamatan tempat tinggal mereka," imbuh Wawan.

Selain itu, bubur Suro juga menjadi sajian khas dalam peringatan ini. Bagi keluarga yang memiliki rezeki lebih, mereka akan membuat bubur ini dan membagikannya kepada tetangga serta sanak saudara. "Bubur Suro juga tak lupa tersaji di peringatan Suroan. Bagi keluarga yang punya rezeki lebih biasanya mereka akan membuat bubur ini dan membagikannya ke tetangga dan sanak saudara," tambahnya.

Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi

Peringatan 1 Suro bagi warga Surabaya bukan hanya sekadar tradisi tahunan, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan personal dan menjaga keberagaman budaya. "Untuk warga perkotaan seperti Surabaya, peringatan 1 Suro merupakan warna budaya yang dapat merekatkan hubungan personal. Tradisi ini wajib dijaga keberadaannya karena mengandung nilai keberagaman serta gotong royong," pungkas Wawan.

Dengan segala kesakralannya, peringatan 1 Suro di Surabaya menunjukkan bagaimana masyarakat kota besar ini tetap menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur di tengah derasnya arus modernisasi. Melalui berbagai kegiatan seperti doa bersama, kerja bakti, kirab, dan penyajian bubur Suro, masyarakat Surabaya tidak hanya merayakan tahun baru Jawa, tetapi juga menghidupkan kembali semangat gotong royong dan kebersamaan yang menjadi jati diri bangsa.

Peringatan 1 Suro di Surabaya adalah bukti nyata bahwa modernisasi tidak harus mengikis tradisi. Justru, tradisi ini menjadi pelengkap harmoni kehidupan urban yang dinamis, memberikan sentuhan humanis dan spiritual di tengah kehidupan kota yang serba cepat. Dengan demikian, Surabaya tidak hanya dikenal sebagai kota metropolitan, tetapi juga sebagai kota yang kaya akan tradisi dan budaya.


(bg)