Investasi sering kali dianggap sebagai solusi ampuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan menggerakkan roda perekonomian daerah.
Kabupaten Sumenep adalah salah satu daerah yang berulang-ulang menyiarkan di media bahwa investasi di Kabupaten Sumenep pada tahun 2024 telah mencapai Rp 2,7 triliun.
Secara teori, pencapaian angka sebesar itu seharusnya membawa dampak positif bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan menekan angka kemiskinan. Namun, benarkah investasi sebesar ini telah memberikan manfaat yang diharapkan?
Investasi Besar, Lapangan Kerja Masih Tanda Tanya
Salah satu indikator utama keberhasilan investasi adalah jumlah lapangan kerja yang tercipta. Sayangnya, hingga saat ini belum ada data transparan yang menunjukkan seberapa besar penyerapan tenaga kerja dari investasi tersebut.
Jika investasi itu benar-benar diarahkan ke sektor produktif seperti industri dan pariwisata, maka seharusnya ada peningkatan signifikan dalam jumlah tenaga kerja yang terserap.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumenep pada Agustus 2024 hanya turun sebesar 0,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 1,69 persen.
Penurunan ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan besarnya investasi yang masuk. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah investasi tersebut lebih banyak mengalir ke sektor yang tidak padat karya atau hanya menguntungkan investor tanpa memberi dampak nyata bagi masyarakat lokal?
Ekonom pembangunan, Muhammad Chatib Basri, menekankan bahwa "investasi yang efektif adalah yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan meningkatkan daya beli masyarakat."
Jika investasi di Sumenep belum mampu menciptakan dampak signifikan bagi ketenagakerjaan, maka perlu ada evaluasi mengenai ke mana aliran dana tersebut sebenarnya diarahkan.
Kemiskinan dan Daya Serap Tenaga Kerja
Data kependudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin Sumenep mengalami penurunan dari 206,20 ribu jiwa pada tahun 2022 menjadi 196,42 ribu jiwa pada 2024.
Sekilas, ini tampak sebagai kabar baik. Namun, apakah penurunan ini disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan akibat investasi, atau justru karena migrasi tenaga kerja ke daerah lain akibat minimnya peluang kerja di Sumenep?
Ahli ekonomi regional, Tony Prasetiantono, mengungkapkan bahwa "investasi yang tidak menyentuh sektor riil dan ekonomi produktif hanya akan meningkatkan angka migrasi tenaga kerja tanpa membawa manfaat besar bagi daerah asal."
Jika benar investasi Rp 2,7 triliun ini efektif, maka seharusnya ada lebih banyak masyarakat yang memilih bertahan di Sumenep karena tersedianya lapangan kerja yang layak.
Kontribusi Investasi terhadap PAD: Masih Samar
Salah satu aspek krusial yang harus ditinjau adalah kontribusi investasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hingga saat ini, tidak ada informasi yang jelas mengenai berapa besar tambahan PAD yang dihasilkan dari investasi ini. Jika investasi sebesar Rp 2,7 triliun hanya memberikan peningkatan PAD yang kecil, maka ada kemungkinan bahwa skema pajak daerah dan insentif bagi investor kurang optimal.
Seperti yang diungkapkan oleh Joseph Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi, "investasi yang baik adalah yang tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga membawa manfaat bagi masyarakat luas melalui peningkatan pendapatan daerah dan infrastruktur sosial."
Tanpa transparansi yang jelas, sulit untuk mengukur efektivitas investasi ini terhadap perekonomian lokal.
Secara teori, pencapaian angka sebesar itu seharusnya membawa dampak positif bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan menekan angka kemiskinan. Namun, benarkah investasi sebesar ini telah memberikan manfaat yang diharapkan?
Investasi Besar, Lapangan Kerja Masih Tanda Tanya
Salah satu indikator utama keberhasilan investasi adalah jumlah lapangan kerja yang tercipta. Sayangnya, hingga saat ini belum ada data transparan yang menunjukkan seberapa besar penyerapan tenaga kerja dari investasi tersebut.
Jika investasi itu benar-benar diarahkan ke sektor produktif seperti industri dan pariwisata, maka seharusnya ada peningkatan signifikan dalam jumlah tenaga kerja yang terserap.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumenep pada Agustus 2024 hanya turun sebesar 0,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 1,69 persen.
Penurunan ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan besarnya investasi yang masuk. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah investasi tersebut lebih banyak mengalir ke sektor yang tidak padat karya atau hanya menguntungkan investor tanpa memberi dampak nyata bagi masyarakat lokal?
Ekonom pembangunan, Muhammad Chatib Basri, menekankan bahwa "investasi yang efektif adalah yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan meningkatkan daya beli masyarakat."
Jika investasi di Sumenep belum mampu menciptakan dampak signifikan bagi ketenagakerjaan, maka perlu ada evaluasi mengenai ke mana aliran dana tersebut sebenarnya diarahkan.
Kemiskinan dan Daya Serap Tenaga Kerja
Data kependudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin Sumenep mengalami penurunan dari 206,20 ribu jiwa pada tahun 2022 menjadi 196,42 ribu jiwa pada 2024.
Sekilas, ini tampak sebagai kabar baik. Namun, apakah penurunan ini disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan akibat investasi, atau justru karena migrasi tenaga kerja ke daerah lain akibat minimnya peluang kerja di Sumenep?
Ahli ekonomi regional, Tony Prasetiantono, mengungkapkan bahwa "investasi yang tidak menyentuh sektor riil dan ekonomi produktif hanya akan meningkatkan angka migrasi tenaga kerja tanpa membawa manfaat besar bagi daerah asal."
Jika benar investasi Rp 2,7 triliun ini efektif, maka seharusnya ada lebih banyak masyarakat yang memilih bertahan di Sumenep karena tersedianya lapangan kerja yang layak.
Kontribusi Investasi terhadap PAD: Masih Samar
Salah satu aspek krusial yang harus ditinjau adalah kontribusi investasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hingga saat ini, tidak ada informasi yang jelas mengenai berapa besar tambahan PAD yang dihasilkan dari investasi ini. Jika investasi sebesar Rp 2,7 triliun hanya memberikan peningkatan PAD yang kecil, maka ada kemungkinan bahwa skema pajak daerah dan insentif bagi investor kurang optimal.
Seperti yang diungkapkan oleh Joseph Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi, "investasi yang baik adalah yang tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga membawa manfaat bagi masyarakat luas melalui peningkatan pendapatan daerah dan infrastruktur sosial."
Tanpa transparansi yang jelas, sulit untuk mengukur efektivitas investasi ini terhadap perekonomian lokal.
Mengapa Sumenep Masih Termiskin Meski Ketimpangan Rendah?
Rasio Gini Sumenep yang berada di angka 0,3 menunjukkan bahwa ketimpangan sosial di daerah ini relatif rendah. Artinya, secara statistik, distribusi pendapatan cukup merata. Namun, paradoksnya, Sumenep masih tercatat sebagai salah satu kabupaten termiskin. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun distribusi pendapatan merata, jumlah nominal pendapatan yang didapat masyarakat masih sangat rendah.
Ekonom senior, Faisal Basri, menyebutkan bahwa "kemiskinan bukan hanya soal ketimpangan, tetapi juga soal tingkat produktivitas dan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh masyarakat."
Jika investasi Rp 2,7 triliun ini benar-benar berdampak positif, seharusnya ada peningkatan yang signifikan dalam daya beli dan pendapatan per kapita masyarakat Sumenep.
Perlunya Transparansi dan Evaluasi Kebijakan
Diperlukan transparansi lebih lanjut dari pemerintah daerah mengenai bagaimana investasi ini dialokasikan dan apa dampak riilnya terhadap ekonomi daerah. Pemerintah perlu membuka data mengenai:
Tanpa transparansi dan evaluasi yang jelas, investasi sebesar apapun tidak akan berarti bagi masyarakat jika tidak diiringi dengan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa investasi yang masuk bukan hanya menjadi angka besar di atas kertas, tetapi benar-benar berdampak nyata bagi masyarakat Sumenep.
Kesimpulan
Investasi Rp 2,7 triliun di Sumenep seharusnya menjadi peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, tanpa data yang jelas mengenai penciptaan lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi terhadap PAD, sulit untuk menilai efektivitas investasi ini.
Rasio Gini Sumenep yang berada di angka 0,3 menunjukkan bahwa ketimpangan sosial di daerah ini relatif rendah. Artinya, secara statistik, distribusi pendapatan cukup merata. Namun, paradoksnya, Sumenep masih tercatat sebagai salah satu kabupaten termiskin. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun distribusi pendapatan merata, jumlah nominal pendapatan yang didapat masyarakat masih sangat rendah.
Ekonom senior, Faisal Basri, menyebutkan bahwa "kemiskinan bukan hanya soal ketimpangan, tetapi juga soal tingkat produktivitas dan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh masyarakat."
Jika investasi Rp 2,7 triliun ini benar-benar berdampak positif, seharusnya ada peningkatan yang signifikan dalam daya beli dan pendapatan per kapita masyarakat Sumenep.
Perlunya Transparansi dan Evaluasi Kebijakan
Diperlukan transparansi lebih lanjut dari pemerintah daerah mengenai bagaimana investasi ini dialokasikan dan apa dampak riilnya terhadap ekonomi daerah. Pemerintah perlu membuka data mengenai:
- Jumlah lapangan kerja yang tercipta dari investasi ini
- Berapa banyak tenaga kerja lokal yang terserap
- Kontribusi nyata investasi terhadap PAD
- Sektor-sektor utama yang menerima investasi terbesar
Tanpa transparansi dan evaluasi yang jelas, investasi sebesar apapun tidak akan berarti bagi masyarakat jika tidak diiringi dengan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa investasi yang masuk bukan hanya menjadi angka besar di atas kertas, tetapi benar-benar berdampak nyata bagi masyarakat Sumenep.
Kesimpulan
Investasi Rp 2,7 triliun di Sumenep seharusnya menjadi peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, tanpa data yang jelas mengenai penciptaan lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi terhadap PAD, sulit untuk menilai efektivitas investasi ini.
Jika tidak dikelola dengan baik, investasi besar hanya akan menjadi alat bagi segelintir pihak untuk meraup keuntungan tanpa memberikan dampak signifikan bagi masyarakat luas.
Pemerintah daerah harus lebih transparan, akuntabel, dan memastikan bahwa setiap investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat nyata bagi rakyat Sumenep. (*)
Referensi:
Pemerintah daerah harus lebih transparan, akuntabel, dan memastikan bahwa setiap investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat nyata bagi rakyat Sumenep. (*)
Referensi:
- Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep, 2024
- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Sumenep, 2024
- Chatib Basri, Muhammad. "Pembangunan Ekonomi dan Investasi." 2022.
- Stiglitz, Joseph. "Globalization and Its Discontents." 2002.
- Basri, Faisal. "Ekonomi dan Ketimpangan." 2021.
- Prasetiantono, Tony. "Ekonomi Regional: Peluang dan Tantangan." 2020.