BLOGSIA.EU.ORG - Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan bahwa Indonesia akan menghadapi tantangan ekonomi yang cukup serius pada tahun 2025, pengangguran meningkat dan ekonomi RI melambat.
Laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang dirilis pada Selasa, 22 April 2025, IMF memproyeksikan bahwa tingkat pengangguran Indonesia akan meningkat seiring dengan ketidakpastian global yang dipicu oleh memanasnya tensi perang dagang internasional.
IMF menyebutkan bahwa pengangguran di Indonesia akan mencapai 5,0 persen pada 2025, naik dari 4,9 persen pada 2024, dan kembali naik menjadi 5,1 persen pada 2026.
Selain itu, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 4,7 persen pada 2025 dan mempertahankan angka yang sama pada 2026.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 5,1 persen yang tercantum dalam laporan edisi Januari 2025.
Koreksi ini menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan di tengah ketegangan perdagangan global yang semakin meningkat.
Direktur Departemen Riset IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, dalam keterangannya menekankan bahwa dunia saat ini sedang memasuki fase transisi besar dalam sistem perdagangan internasional.
Ia menyatakan bahwa ketegangan dagang, termasuk gelombang tarif baru yang diberlakukan serta ketidakpastian kebijakan, telah memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi global.
Reaksi balasan dari negara-negara mitra dagang turut memperkeruh situasi dan memberikan tekanan besar terhadap sistem perdagangan global yang selama delapan dekade menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi internasional.
Menurut Gourinchas, lonjakan ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan tersebut telah menyebabkan pelaku usaha mengurangi aktivitas pembelian dan investasi.
Hal itu berdampak pada keputusan lembaga keuangan yang mulai meninjau ulang risiko pinjaman mereka.
IMF juga menilai bahwa dampak dari kondisi ini akan dirasakan oleh semua negara, termasuk Indonesia, terutama dalam bentuk tekanan pada sektor lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Secara global, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat menjadi 2,8 persen pada 2025, turun dari 3,3 persen dalam proyeksi sebelumnya.
Perlambatan itu tidak lepas dari kebijakan tarif baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, serta berbagai tindakan balasan dari negara-negara lain dalam kurun waktu 1 Februari hingga 4 April 2025. Langkah-langkah proteksionis ini disebut IMF telah menggerus momentum pemulihan ekonomi global pasca-pandemi.
Untuk kawasan Asia, khususnya negara-negara berkembang, IMF memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi akan berada pada level 4,5 persen pada tahun 2025.
Sementara itu, negara-negara berpenghasilan rendah diprediksi hanya mampu mencatat pertumbuhan sebesar 4,2 persen, turun 0,4 persen dari proyeksi sebelumnya.
Situasi itu menandakan bahwa tekanan ekonomi akibat tensi dagang global akan merata dirasakan oleh berbagai kelompok negara, termasuk Indonesia yang harus bersiap menghadapi perlambatan ekonomi dan meningkatnya pengangguran dalam waktu dekat.
Reaksi balasan dari negara-negara mitra dagang turut memperkeruh situasi dan memberikan tekanan besar terhadap sistem perdagangan global yang selama delapan dekade menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi internasional.
Menurut Gourinchas, lonjakan ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan tersebut telah menyebabkan pelaku usaha mengurangi aktivitas pembelian dan investasi.
Hal itu berdampak pada keputusan lembaga keuangan yang mulai meninjau ulang risiko pinjaman mereka.
IMF juga menilai bahwa dampak dari kondisi ini akan dirasakan oleh semua negara, termasuk Indonesia, terutama dalam bentuk tekanan pada sektor lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Secara global, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat menjadi 2,8 persen pada 2025, turun dari 3,3 persen dalam proyeksi sebelumnya.
Perlambatan itu tidak lepas dari kebijakan tarif baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, serta berbagai tindakan balasan dari negara-negara lain dalam kurun waktu 1 Februari hingga 4 April 2025. Langkah-langkah proteksionis ini disebut IMF telah menggerus momentum pemulihan ekonomi global pasca-pandemi.
Untuk kawasan Asia, khususnya negara-negara berkembang, IMF memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi akan berada pada level 4,5 persen pada tahun 2025.
Sementara itu, negara-negara berpenghasilan rendah diprediksi hanya mampu mencatat pertumbuhan sebesar 4,2 persen, turun 0,4 persen dari proyeksi sebelumnya.
Situasi itu menandakan bahwa tekanan ekonomi akibat tensi dagang global akan merata dirasakan oleh berbagai kelompok negara, termasuk Indonesia yang harus bersiap menghadapi perlambatan ekonomi dan meningkatnya pengangguran dalam waktu dekat.
(*)