BLOGSIA.EU.ORG - Pemerintah mewacanakan agar pengemudi ojek online (ojol) masuk dalam kategori pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Namun, gagasan ini langsung mendapat penolakan dari asosiasi pengemudi yang menilai status karyawan tetap jauh lebih menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak.
Dilansir dari katadata.co.id, Kamis(17/04), Anton Hadi selaku mitra pengemudi Gojek sejak 2018, menyoroti ketimpangan hubungan antara driver dan aplikator.
“Kalau jadi UMKM, apakah kami bisa dapat asuransi? Yang saya butuhkan itu kepastian status, supaya aplikator nggak semena-mena,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kejelasan soal komisi dan potongan biaya.
Pandangan serupa datang dari Dedi Supriyatna, mitra Grab. Ia skeptis dengan status karyawan karena khawatir dibebani aturan tambahan yang justru merugikan.
“Kalau kena PHK, saya nggak bisa narik order. Jadi UMKM oke saja, asal aplikator juga diatur,” katanya.
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) secara tegas menolak usulan pemerintah. Ketua SPAI Lily Pujiati menyebutkan bahwa hubungan antara driver dan aplikator sudah memenuhi unsur pekerja tetap sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yaitu adanya pekerjaan, upah, dan perintah.
Ketua Asosiasi Driver Online, Taha Syafariel, menambahkan bahwa hubungan kemitraan saat ini tidak setara. Aturan pun terfragmentasi di berbagai kementerian:
Tarif dan kuota mitra sendiri diatur oleh Kementerian Perhubungan, lalu status kemitraan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dan terakhir tarif layanan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
Meski begitu, Taha mengakui bahwa logika pengemudi sebagai pelaku UMKM bisa diterima, karena mereka menggunakan kendaraan pribadi sebagai aset usaha.
Dari sisi pemerintah, Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyebut pengemudi ojol berhak atas berbagai fasilitas bila dikategorikan sebagai UMKM, mulai dari pelatihan, kredit bunga rendah, subsidi BBM, hingga akses LPG 3 kg.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, melihat peluang jangka panjang dari usulan ini. Menurutnya, status UMKM bisa membantu pengemudi mengembangkan usaha dan mengakses pembiayaan bank.
“Bisnisnya bisa tumbuh dari sekadar narik ke aktivitas ekonomi lain,” katanya.
Ia juga menambahkan dengan dikategorikannya Ojol sebagai UMKM, mereka mendapat akses kredit bersubsidi untuk UMKM dan berbagai program di bawah Kementerian UMKM.
Kini, diskusi antara pemerintah dan asosiasi driver masih berlangsung. Yang jelas, baik status UMKM maupun karyawan, keduanya memiliki konsekuensi, dan para pengemudi berharap kebijakan yang muncul benar-benar berpihak pada perlindungan mereka.
(*)