Sabtu, 26 April 2025, 06.59 WIB
Last Updated 2025-04-25T23:59:16Z
ololpenemuan warna baruSainswarna baru olowarna olo uc berkeley

Warna Baru Olo Diciptakan Ilmuwan UC Berkeley

Warna baru yang dinamai “olo” tidak bisa ditemukan di dalam katalog warna manapun, termasuk Pantone



BLOGSIA.EU.ORG - Warna baru yang dinamai “olo” tidak bisa ditemukan di dalam katalog warna manapun, termasuk Pantone. 

Warna ini hanya dapat dilihat di sebuah ruangan kecil berukuran 9x13 kaki di kampus UC Berkeley, California. Di ruangan tersebut, terdapat perangkat kompleks berisi lensa dan peralatan lain di atas meja. 

Untuk melihat olo, seseorang harus duduk mendekat, menggigit pelat mulut, dan menjaga kepala tetap diam. 

Sebuah laser akan diarahkan ke salah satu mata, menyasar lebih dari seribu sel kerucut di retina yang telah dipetakan sebelumnya. 

Hasilnya adalah penampakan warna asing—sebuah kotak kecil berwarna unik yang muncul sedikit di luar pusat penglihatan, melayang di atas latar abu-abu.

Melansir theatlantic.com (23/04/2025), Austin Roorda, profesor optometri di Berkeley, mungkin menjadi orang pertama di dunia yang mengalami langsung warna ini. Atau paling tidak, ia adalah orang kedua, menurutnya. 

Roorda termasuk salah satu dari 13 penulis dalam makalah ilmiah yang merilis penciptaan atau penemuan warna ini. Ketika ditanya bagaimana ia bisa ikut serta dalam eksperimen tersebut, Roorda menjelaskan bahwa ia memang terbiasa menjadi subjek dalam eksperimennya sendiri. 

Ia menggambarkan warna olo sebagai teal yang sangat indah dan intens. Meski bukan pengalaman seperti menonton film IMAX, ia tetap merasakan euforia luar biasa. “Sebagai ilmuwan, pengalaman itu sangat mendalam,” ujarnya.

James Fong, mahasiswa doktoral di Berkeley, merupakan penulis utama dalam makalah tersebut sekaligus orang yang memberi nama “olo.” 

Ironisnya, ia belum pernah melihat warna itu sendiri. Ia dan rekan-rekannya di laboratorium menentukan siapa yang akan dipetakan retinanya dengan cara undian, dan Fong tidak beruntung. 

Ia mengaku sangat ingin memperbaiki “buta warna” spesifik ini. “Saya akan kecewa jika menyelesaikan program doktoral tanpa melihat warna yang saya teliti selama ini,” katanya.

Pengalaman melihat sesuatu yang belum pernah dilihat orang lain bukan hal asing bagi ilmuwan. Terkadang momen seperti ini hanya dialami oleh satu orang, seperti ketika Howard Carter pertama kali mengintip makam Tutankhamun sebelum resmi dibuka. 

Di lain waktu, kelompok tertentu juga pernah menyimpan pengalaman eksklusif, seperti ilmuwan Soviet yang pertama kali melihat sisi gelap Bulan lewat misi Luna 3. Namun tak semua pengalaman ini menyenangkan. 

Astronot Mike Massimino, misalnya, mengaku merasa sangat kesepian saat melihat Bumi dari luar angkasa karena tak bisa membagikan momen itu langsung dengan orang yang ia cintai.

Roorda sudah menduga timnya akan menemukan sesuatu yang istimewa. Mereka telah menghabiskan lebih dari lima tahun untuk mencoba menciptakan pengalaman visual yang belum pernah ada. 

Warna merupakan elemen dominan dalam persepsi manusia, namun proses bagaimana mata dan otak membentuk persepsi warna masih misterius. Dengan merangsang sistem visual melalui cara yang tak alami, tim Berkeley berharap bisa mengungkap peran otak dan mata dalam membentuk "film" kehidupan manusia.

Membuktikan bahwa para peserta benar-benar melihat warna baru tidaklah mudah. Persepsi warna sangat subjektif. 

Filosof telah memperdebatkan soal ini sejak abad ke-18, dimulai dari penemuan buta warna merah-hijau oleh John Dalton. 

Menurut Zed Adams, profesor filsafat di New School, banyak filosof abad ke-20 merasa bahwa kita semua terperangkap dalam dunia persepsi masing-masing. Semua orang ingin percaya bahwa mereka melihat pelangi yang sama, tapi tidak ada yang bisa memastikannya.

Tim Berkeley akhirnya menemukan cara untuk memastikan bahwa lima peserta melihat warna yang mirip. Mereka mengarahkan laser ke sel kerucut tipe M yang biasanya tidak aktif sendiri di alam. 

Sambil melihat warna olo, para subjek diminta menilai intensitas dan membandingkannya dengan warna alami terdekat. Hasilnya menunjukkan bahwa warna yang dilihat memiliki tingkat kejenuhan yang serupa, digambarkan sebagai perpaduan biru dan hijau. Namun, apakah mereka benar-benar melihat warna yang sama masih menjadi pertanyaan.

Warna olo tidak bisa dilihat di luar laboratorium atau tanpa mesin khusus. Ini adalah pengalaman visual buatan yang hanya mungkin terjadi dengan bantuan teknologi. Namun Fong berharap bahwa ini bisa menjadi langkah awal untuk memperluas penglihatan warna manusia. 

Penelitian sebelumnya telah berhasil menambahkan pigmen kerucut ketiga ke retina monyet jantan melalui terapi gen. Ada kemungkinan monyet tersebut dapat melihat warna baru, meski belum pasti.

Beberapa perempuan manusia secara alami memiliki empat jenis sel kerucut, meski tidak selalu berakibat pada penglihatan yang lebih kaya. 

Tapi ada satu subjek penelitian yang terkenal, dikenal sebagai cDa29, yang mampu membedakan warna lebih tajam dibanding orang dengan tiga kerucut. 

Tim Roorda mencoba meniru pola stimulasi retina seperti cDa29 pada subjek normal, untuk melihat apakah otak manusia bisa diprogram ulang agar mampu menangkap lebih banyak gradasi warna.

Sementara itu, Fong menikmati sorotan media terhadap penemuan olo. Banyak wartawan ingin mencoba sendiri perangkat di Berkeley. 

Bahkan seniman mulai tertarik. Stuart Semple, seniman asal Inggris, sudah membuka pre-order cat bernama “YOLO” yang terinspirasi dari olo.

Fong merasa bangga telah memberi nama warna baru ini. Nama “olo” adalah permainan dari 0-1-0, kode untuk tipe kerucut M yang distimulasi. Dari banyak opsi, tim sepakat bahwa namanya paling elegan. 

“Berapa banyak orang yang pernah menamai sebuah warna?” kata Fong sambil tertawa. Meskipun belum pernah melihatnya, ia mengaku olo kini menjadi warna favoritnya, mengalahkan merah, hijau, maupun biru.

(*)
Advertisement
close