BLOGSIA.EU.ORG - Maraknya kasus Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjebak dalam penipuan kerja di luar negeri diungkapkan oleh Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengungkapkan, khususnya di Myanmar dan Kamboja.
Direktur Siber P2MI, Kombes Pol Raja Sinambela, menyatakan bahwa fenomena ini tidak lepas dari minimnya lapangan kerja di dalam negeri, yang mendorong masyarakat mencari peluang ke luar negeri meskipun melalui jalur ilegal.
“Ironisnya, masyarakat kita malah pergi ke negara seperti Myanmar untuk mencari kerja. Ini mengindikasikan bahwa ketersediaan kerja di dalam negeri masih terbatas,” ujar Raja dalam konferensi pers di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa banyak dari WNI tersebut diberangkatkan secara tidak resmi, umumnya menggunakan jalur Bangkok, Thailand, sebelum akhirnya diselundupkan ke wilayah konflik di Myanmar.
Di sana, mereka dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan digital lintas negara, termasuk sebagai operator judi online dan scammer.
Lebih jauh, Raja mengungkapkan bahwa situasi politik di Myanmar sangat tidak stabil. Wilayah negara itu kini sebagian besar dikuasai kelompok pemberontak, dan pemerintah resmi kehilangan kontrol. Hal ini menyebabkan koordinasi penyelamatan menjadi sulit.
“Setengah wilayah Myanmar sekarang tidak lagi di bawah kendali pemerintah. Bahkan junta militer pun kalah dari pemberontak. Jadi permintaan bantuan ke pemerintah Myanmar sulit direspons,” tambahnya.
Sementara itu, Nur Harsono dari Divisi Bantuan Hukum Migrant Care menyatakan bahwa salah satu kendala terbesar adalah sulitnya mendeteksi modus operandi keberangkatan para korban.
Ia menyebut para WNI ini berangkat dengan paspor wisata, yang membuat pergerakan mereka nyaris tak terdeteksi sebagai calon pekerja ilegal.
“Mereka berangkat dari Jakarta ke Bangkok seperti wisatawan biasa. Padahal mereka akan dipaksa bekerja di jaringan penipuan. Karena pakai visa turis, kecil sekali kecurigaan petugas,” jelas Nur.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan perdagangan orang berkedok lowongan kerja luar negeri. Hingga saat ini belum ada data pasti jumlah WNI yang terjebak, namun P2MI menyebut tren kasus meningkat signifikan sejak 2023.
(*)